Panahan Tradisional
Sri Sultan Hamengku Buwana I (Foto: keraton.perpusnas.go.id)
-
(Sasana Jemparingan Langenastro) Panahan tradisional JEMPARINGAN-MATARAMAN adalah warisan Sri Sultan Hamengku Buwana I, pendiri sekaligus raja pertama Kesultanan Yogyakarta yang memerintah tahun 1755 - 1792Beliau lahir di Kartasura, 6 Agustus 1717 – meninggal di Yogyakarta, 24 Maret 1792 pada umur 74 tahun.
Di masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwana I, jemparingan ini dipakai untuk berPERANG, MEMBELA-DIRI, dan BERBURU.
Bregada Nyutra, karaton Ngayogyakarta Hadiningrat
-
Bregada NYUTRA adalah kesatuan-prajurit pengawal Sultan, yang paling lengkap perlengkapan perangnya. Salah-satu senjata yang dibawa adalah panah / JEMPARINGAN.
SAMPAI SEKARANG kita masih bisa melihat bregada Nyutra ini saat upacara Grebeg, berjalan anggun dari dalam karaton ke arah Pagelaran, lalu berbaris di Alun-alun Utara kraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Di era Sri Sultan Hamengku Buwana V, karaton Yogyakarta sudah tidak lagi berperang. Jemparingan diubah fungsinya untuk sarana PEMBENTUKAN KARAKTER Ksatria Mataram : Sawiji - Greget - Sengguh - Ora mingkuh
-
Kalau Anda berpikir panahan-tradisionan Jemparingan mataraman Karaton Yogyakarta CARA memanahnya seperti kebanyakan panahan-modern : busur dipegang vertikal, pemanah berdiri tegap lalu mata membidik target seperti di film-film, ANDA salah-besar :D
Panah, sesungguhnya berasal dari kata : "MANAH" atau HATI.
Jadi, memanah Jemparingan dilakukan sambil DUDUK bersila, busur gendewa diposisikan melintang HORISONTAL, lalu tali-busur / sendheng ditarik ke arah ulu-hati. Memanah sasaran bukan dilibat dg mata - melainkan dibidik dg HATI / perasaan.
Sasarannya pun BUKAN target lingkaran seperti biasa kita lihat di pertandingan2. Sasaran jemparingan namanya WONG-WONGAN (boneka orang-orangan) dari jerami, dibentuk silinder sebesar tali-pramuka (diameter sekitar 3cm, panjang 30cm), yang DIGANTUNGKAN di tali. Tinggi wong-wongan dari atas tanah sekitar 160cm (se alis-mata orang dewasa).
-
-
